Senjata Perang Modern
Tom Clancy's Ghost Recon Wildlands
Tom Clancy adalah sosok penting di balik kesuksesan waralaba Ghost Recon, Rainbow Six, dan Splinter Cell. Nah, pada 2017 lalu, pihak Ubisoft telah resmi merilis sebuah game perang apik berjudul Tom Clancy's Ghost Recon Wildlands. Game ini mendapatkan banyak pujian dan review positif dari gamer PC di seluruh dunia.
Tentunya, selain tampilan visual yang memukau, game ini juga menyajikan mekanisme gameplay yang seru untuk dijalankan. Oh, ya, perhatikan spesifikasi PC untuk menjalankan game ini. Developer meminta RAM 8 GB, VGA setara GTX 750 Ti atau di atasnya, prosesor Intel Core i5 generasi menengah, dan kapasitas HDD atau SSD sebesar 60 GB.
EA Digital Illusions CE atau DICE adalah anak perusahaan Electronic Arts (EA) yang sudah sukses mengembangkan beberapa game AAA. Ya, salah satunya adalah Battlefield 4 yang sukses dirilis EA pada 2013 dan masih menjadi salah satu game terbaik untuk tema perang modern. Faktanya, meski dirilis 10 tahun lalu, game ini mampu menyajikan kualitas visual dan audio kelas atas.
Selain itu, narasi dan premis yang dihadirkan oleh pengembang juga sama solidnya. Well, bisa dikatakan bahwa serial Battlefield menjadi satu-satunya pesaing Call of Duty yang secara intens masih rutin dirilis oleh developer mereka masing-masing. Kalau ingin memainkan game dengan tema perang modern yang megah, gak ada salahnya kamu coba mainkan Battlefield 4 kala senggang.
Selain lima judul apik di atas, masih ada Medal of Honor: Warfighter, Insurgency: Sandstorm, Arma 3, dan Squad yang dapat kamu koleksi jika suka dengan tema perang modern. Yuk, mainkan saat akhir pekan!
Baca Juga: 5 Game PC dengan DLC Terbaik, Dibuat untuk Memuaskan Gamer!
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
WARUNG168: PLATFORM PERMAINAN SENJATA MISTERIUS
Di Warung168, Anda akan menghadapi tantangan menarik dan pertempuran seru menggunakan berbagai senjata unik yang memiliki kekuatan luar biasa. Dengan grafis yang memukau dan gameplay yang mendebarkan, Warung168 menawarkan pengalaman bermain yang memikat bagi para penggemar aksi dan petualangan.
Setiap permainan di Warung168 dirancang untuk memberikan pengalaman yang intens dan mendebarkan. Pemain dapat memilih senjata yang berbeda-beda, masing-masing dengan kemampuan dan efek yang unik, untuk mengalahkan musuh dan menyelesaikan misi. Di Warung168, strategi dan keterampilan Anda akan sangat berpengaruh dalam menentukan keberhasilan setiap pertarungan.
Komunitas di Warung168 juga sangat aktif dan mendukung. Pemain dapat berinteraksi, berbagi pengalaman, dan saling membantu dalam menghadapi berbagai tantangan di dalam permainan. Dengan adanya fitur sosial, Warung168 menciptakan lingkungan yang ramah bagi semua pemain, dari pemula hingga yang berpengalaman.
Keamanan di Warung168 menjadi prioritas utama. Dengan sistem perlindungan data yang canggih dan dukungan pelanggan yang siap membantu, pemain dapat menikmati permainan dengan tenang tanpa khawatir tentang privasi mereka. Warung168 berkomitmen untuk memberikan pengalaman bermain yang aman dan nyaman bagi setiap pengguna.
Dengan berbagai fitur menarik dan pengalaman bermain yang seru, Warung168 merupakan platform permainan senjata misterius yang tidak boleh Anda lewatkan. Bergabunglah dengan Warung168 sekarang dan buktikan kemampuan Anda dalam menguasai senjata-senjata misterius yang menunggu untuk ditemukan!
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
PARA pemain kesebelasan El Salvador tiba di Tegucigalpa, ibukota Honduras, pada 7 Juni 1969. Mereka akan berlaga melawan tim tuan rumah dalam kualifikasi CONCACAF untuk Piala Dunia. Namun malam harinya, mereka tak bisa tidur. Di depan hotel, para pendukung kesebalasan Honduras mengintimidasi.
Keesokan harinya, di lapangan hijau, konsentrasi mereka buyar. Gol Roberto Cardona, striker tuan rumah, di menit-menit akhir menutup peluang mereka mencuri poin.
Di El Savador, Amelia Bolanios, gadis berusia 18 tahun, yang menonton siaran langsung dari layar televisi, bunuh diri dengan menembakkan pistol ke dadanya. “Gadis belia itu tak tahan melihat tanahairnya dibuat bertekuk lutut,” tulis harian El Nacional (9/6), dikutip Ryszard Kapuscinski dalam The Soccer War. Presiden El Savador, yang menghadiri prosesi pemakaman Amelia, menggunakan momentum ini untuk membangkitkan nasionalisme rakyatnya. Darah orang-orang El Salvador mendidih.
Di pertandingan kedua sepekan kemudian, di kandang El Savador, gantian para pemain Honduras diintimidasi. Pertandingan berakhir dengan skor 3-0 untuk kemenangan El Savador.
Hasil itu membuat kedua negara harus memainkan pertandingan penentuan di tempat netral, yakni Mexico City, pada 26 Juni. Di Stadion, pendukung kedua kesebelasan ditempatkan terpisah, sementara di tengahnya 5.000 polisi Meksiko berjaga-jaga. Tensi pertandingan begitu tinggi. Di luar stadion, “Perkelahian, pemerkosaan, dan pembunuhan membuat kota itu menjadi medan pertempuran,” tulis Jan Stradling dalam More Than a Game: When Sport and History Collide.
El Salvador menang 3-2 lewat perpanjangan waktu.
Pada hari yang sama, El Salvador memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Honduras. Dalihnya, pemerintah Honduras membiarkan terjadinya kekerasan dan pembunuhan terhadap para imigran El Salvador.
Ketegangan antara El Salvador dan Honduras sudah dimulai pada 1968. Ini bermula dari ketidakpuasan dan protes rakyat Honduras terhadap pemerintahan Kolonel Osvaldo Lopez Arellano, yang dianggap gagal memperbaiki perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Di tengah kebingungan, pemerintahan Arellano meng-kambinghitam-kan imigran gelap El Salvador, yang berjumlah sekira 300 orang.
El Savador adalah negara terkecil dengan jumlah penduduk terpadat di Amerika Tengah. Sebagian besar penduduknya tak bertanah; tanah sebagian besar tanah dikuasai empatbelas keluarga tuan tanah. Penduduk El Savador pun memilih beremigrasi ke Honduras dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Pada Januari 1969, Honduras tak mau memperbarui perjanjian imigrasi 1967 yang ditandatangani bersama El Salvador. Hampir bersamaan dengan itu, Honduras menerapkan UU land reform. “Tapi karena ini adalah pemerintahan oligarki, tergantung pada Amerika Serikat, kebijakan tersebut tidak mengena tanah milik oligarki maupun perkebunan pisang besar milik United Fruit Company,” tulis Kapuscinski. Pemerintah ingin mendistribusikan kembali tanah-tanah milik imigran El Salvador. Tiga bulan kemudian, Honduras mengumumkan bakal mengusir imigran yang memperoleh properti tanpa melalui persyaratan hukum.
Kebijakan itu memicu aksi intimidasi, penganiayaan, dan pembunuhan terhadap para imigran El Salvador. Pemerintah Honduras tak turun tangan. Eksodus besar-besaran imigran El Salvador pun terjadi.
Pemerintah El Salvador marah dan membawa masalah ini ke Organization of American States (OAS) tapi tak membuahkan hasil. Setelah memutuskan hubungan diplomatik dengan Honduras, El Salvador memilih jalan perang.
Pada 14 Juli 1969, El Salvador melancarkan serangan terhadap Honduras. Bombardir udara terhadap kota Tegucigalpa menjadi pembuka perang yang dikenal sebagai Perang Sepakbola atau Perang 100 Jam. “Tujuan El Salvador adalah untuk merebut wilayah Honduras dengan cepat dan menggunakannya sebagai alat negosiasi,” tulis William J Long dan Peter Brecke dalam War and Reconciliation: Reason and Emotion in Conflict Resolution.
Honduras mati-matian mempertahankan wilayahnya. Pesawat-pesawat Angkatan Udara Honduras bahkan terbang ke wilayah El Salvador untuk melakukan serangan balasan.
Pertempuran berlangsung selama empat hari sampai OSA memerintahkan gencatan senjata. Meski singkat, pertempuran itu mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, sipil dan militer, dari kedua pihak.
Pada 18 Juli, El Salvador akhirnya mau menerima gencatan senjata. Selain karena desakan OSA, di medan perang pasukan mereka kehabisan amunisi dan logistik. Mereka juga sadar dampak buruk lainnya: nasib penduduk yang kembali dari Honduras serta terganggunya perekonomian. Pada akhir Agustus El Salvador menarik pasukannya dari Honduras.
Pada Oktober 1969, dalam babak penentuan setelah dua pertandingan sebelumnya saling mengalahkan, kesebelasan El Savador menyingkirkan Haiti dan melaju ke putaran final Piala Dunia 1970 di Meksiko sebagai wakil CONCACAF. Mereka tersingkir di babak penyisihan.
Pada 30 Oktober 1980, kedua negara menandatangani perjanjian damai.
Counter-Strike: Global Offensive
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Ada begitu banyak game online yang lekat dengan pertempuran modern. Namun, bisa dikatakan bahwa Counter Strike-lah yang menjadi karya paling fenomenal di kalangan gamer PC pada umumnya. Nah, salah satu serial tersukses yang pernah dirilis oleh Valve adalah Counter-Strike: Global Offensive yang sukses terjual sejak 2012 lalu di Steam.
Yang menjadikan game ini begitu digandrungi adalah mekanisme gameplay yang cepat, taktis, intens, dan adiktif. Lalu, jaringan dan server yang dikelola oleh pengembang juga terbukti stabil dan minim hambatan. Well, itu sebabnya hampir semua warnet atau tempat gaming online selalu menyediakan Counter-Strike: Global Offensive (CS: GO) sebagai game digital utama mereka.
Diponegoro merupakan seorang pangeran Jawa yang mempunyai pengaruh kuat dalam Kesultanan Jogjakarta. Beliau dikenali memiliki pelbagai alatan senjata yang menjadi lambang kekuasaan jasmani dan rohani.
Pangeran Diponegoro terkenal selalu membawa kerisnya. Beberapa keris yang dimilikinya adalah Keris Kiai Omyang (tersimpan di Museum Sasana Wiratama-Yogyakarta), Keris Kiai Wisa Bintulu (tersimpan di Gedong Pusaka Keraton Yogyakarta, dan Keris Kiai Nogo Siluman. Keris terakhir tersebut itulah yang paling terkenal kerana sempat hilang, namun ditemukan di Belanda dan sudah didaftarkan dengan nomor RV-360-8084.[1]
Sentot Prawirodirdjo, salah seorang Panglima Diponegoro, dicatat menurut suatu dokumen kesaksian berbahasa Jawa, Sentot mengaku melihat sendiri Pangeran Diponegoro menghadiahkan Keris Kiai Naga Siluman kepada Kolonel Cleerens, utusan Hendrik Merkus de Kock, ketika bertemu. Tulisan Sentot tersebut berhasil dibaca oleh pelukis Raden Saleh yang juga pernah melukis tentang Pangeran Diponegoro.[2] Keris ini kemudian oleh Cleerens menjadi persembahan hadiah kepada Raja Willem I pada tahun 1831. Setelah itu, Keris Kiai Nogo Siluman disimpan di Koninkelijk Kabinet van Zelfzaamheden. Setelah KKVZ dibubarkan pada tahun 1883, seluruh koleksi muzium ini tersebar ke berbagai muzium dan Keris Kiai Nogo Siluman kemudian tersimpan di Museum Volkenkunde Leiden.[3]
Penemuan dan pengembalian Keris Kiai Naga Siluman membutuhkan waktu yang lama. Pada tahun 1983, Duta Besar Belanda ke Indonesia, Lodewijk van Gorkom mengesahkan bahawa keris ini tersimpan di ruangan bawah tanah Rijksmuseum Amsterdam, dan meminta untuk dikembalikan. Penggantinya, yakni Frans van Dongen menulis surat kepada Pieter Pott, pengarah muzium nasional etnologi Belanda pada tahun 1985, meminta agar keris tersebut harus ditemukan dan dikembalikan dalam rangka peringatan 40 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Van Dongen kemudian menerima balasan surat dari Pott yang mengaku sudah menemukan keberadaan keris tersebut, namun ternyata Pott gagal mengenalpasti keris itu dengan betul.[4]
Pada tanggal 10 Mac 2020, Keris Kiai Nogo Siluman dikembalikan kepada Pemerintah Republik Indonesia secara langsung oleh Raja Willem-Alexander kepada Presiden Joko Widodo.[5]
Adapun keris lainnya adalah Keris Kiai Bromo Kedali dan tombak Kiai Rodhan yang diserahkan Pangeran Diponegoro kepada Pangeran Diponegoro II (Raden Mas Muhammad Ngarip/Abdul Majid), Keris Kiai Habit dan tombak Kiai Gagasono milik Raden Mas Joned, Keris Kiai Blabar dan tombak Kiai Mundingwangi milik Raden Mas Raib, Keris Kiai Wreso Gemilar dan tombak Kiai Tejo (Raden Ayu Mertonegoro), Keris Kiai Hatim dan tombak Kiai Simo milik Raden Ayu Joyokusumo, tombak Kiai Dipoyono milik Raden Ajeng Impun, dan tombak Kiai Bandung milik Raden Ajeng Munteng.[6]
Keris lain yang dianggap paling sakti adalah Keris Kiai Ageng Bondoyudo. Keris ini hasil peleburan dari tiga pusaka, yakni Keris Kiai Surotomo, tombak Kiai Barutobo, dan Keris Kiai Abijoyo. Keris Kiai Ageng Bondoyudo ini selalu dirawat oleh Pangeran Diponegoro sendiri hingga akhir hayatnya dan dikuburkan bersamaan dengan jasadnya, pada 8 Januari 1855.[6]
Pangeran Diponegoro juga memiliki tongkat yang dinamakan Kanjeng Kiai Tjokro, yang saat ini disimpan di Galeri Nasional Indonesia. Tongkat ini telah dikembalikan oleh Michiel dan Erica Lucia Baud, kepada Mendikbud Anies Baswedan pada tahun 2015.[7]
Tongkat ini memiliki simbol cakra sepanjang 153 sentimeter yang terletak di ujung tongkatnya. Tongkat ini diperoleh Pangeran Diponegoro dari hasil dari warga selama berziarah di selatan Jawa, termasuk Yogyakarta, pada tahun 1815.[8] Tongkat ini selalu dibawa oleh sang Pangeran setiap berziarah ke tempat suci untuk berdoa. Setelah Pangeran Diponegoro ditangkap, salah satu panglimanya, yakni Pangeran Dipati Notoprojo, cucu Nyi Ageng Serang, memegang tongkat ini dan oleh Pangeran Dipati Notoprojo diberikan sebagai hadiah kepada Gubernur Jenderal J.C Baud pada tahun 1834 untuk merebut hati pemerintah Hindia Belanda. Tongkat ini kemudian disimpan oleh salah satu keluarga keturunan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jean Chretien Baud selama 181 tahun. J.C Baud adalah gubernur jenderal Hindia Belanda ke-44, yang berkuasa pada tahun 1834-1836.[7]
Tombak Kiai Rodhan adalah salah satu senjata pusaka Pangeran Diponegoro yang telah dikembalikan ke Indonesia tahun 1978 dan saat ini tersimpan. Tombak ini terbuat dari kayu dengan dilapisi benang hitam dan dipercaya dapat memberikan perlindungan dan peringatan datangnya bahaya. Pada mata tombak terdapat bagian yang dilapisi emas dan pada bagian pangkal matanya terdapat empat relung yang berhias permata, namun dua buah permatanya telah hilang ketika benda ini dikembalikan ke Indonesia.[7]
Tombak ini lepas dari genggaman Pangeran Diponegoro ketika ia disergap di pegunungan Gowong, Kedu, oleh pasukan gerak cepat ke-11 Mayor A.V Michiels. Tombak ini bersama dengan pelana kuda Pangeran Diponegoro dikirim ke Raja Belanda Willem I (1813-1840) sebagai rampasan perang.[7]
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Berikut merupakan daftar alutsista Kepolisian Republik Indonesia yang aktif digunakan.
Tema tentang perang modern masih menjadi salah satu narasi yang kerap diangkat developer ke dalam sebuah judul game. Tak peduli apakah game tersebut berjalan di atas basis first-person shooter (FPS) atau real-time strategy (RTS), hampir semua judul game bertema perang modern pasti terkesan megah dan menegangkan.
Nah, kali ini kita bakal membahas beberapa game bertema perang modern yang menjadi andalan gamer PC. Tentunya, mereka memiliki kualitas audiovisual dan mekanisme gameplay ciamik. Yuk, disimak!
Call of Duty: Modern Warfare
Bicara soal perang dan segala macam strateginya, waralaba Call of Duty jelas bisa dimasukkan ke dalam salah satu game terbaik yang pernah ada. Nah, salah satu serial baru yang dirilis oleh Activision baru-baru ini adalah Call of Duty: Modern Warfare. Game ini merupakan reboot dari serial aslinya yang sudah dirilis pada 2008 lalu.
Ulasan dan penilaiannya di Steam cukup beragam. Karena baru saja dirilis untuk PC, game ini masih dinilai memiliki beberapa bug yang harus diantisipasi pengembang. Sebaliknya, untuk versi PS4-nya, game garapan Infinity Ward dan Beenox ini sudah mampu berjalan mulus tanpa kendala. So, kalau ingin mengunduh dan memainkannya, kamu bisa beli game seharga Rp800 ribuan ini di Steam.
Jika ingin mencoba game RTS yang menegangkan, kamu bisa memainkan Call to Arms garapan Digitalmindsoft yang sudah dirilis di Steam sejak 2018. Dari segi tampilan atau visual, game ini mungkin terlihat biasa-biasa saja. Namun, di luar itu, ia memiliki segudang elemen apik yang membuatnya makin intens untuk dijalankan secara langsung.
Uniknya, game ini tidak murni berjalan di atas basis RTS, melainkan juga FPS alias first-person shooter sebagai kontrol tambahannya. Nah, untuk menjalankannya secara lancar, butuh PC dengan spesifikasi RAM 16 GB, VGA setara GTX 1050 Ti, prosesor Intel Core i5-3570, dan kapasitas HDD sebesar 45 GB.
Baca Juga: 5 Game Capcom yang Dinilai Buruk oleh Gamer, Apa Saja?